DIBALIK GUDANG ILMU

Rabu, 16 November 2016

Tata Ruang Kota (Study Kasus Baleendeah)

BAB I
PENDAHULUAN

A.    PENGERTIAN PERENCANAAN, RUANG, DAN TATA RUANG
Pada pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 26 tahun 2007 disebutkan bahwa ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata ruang adalah wujud dari struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat pemukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
Rencana tata ruang adalah rekayasa atau metode pengaturan perkembangan tata ruang pada kemudian hari. Rencana tata ruang berorientasi pada kecenderungan karena memerhatikan kecenderungan perkembangan pada waktu yang lalu, masa kini, dan waktu yang akan datang. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Definisi lain tata ruang atau land use adalah wujud struktur ruang dan pola ruang disusun secara nasional, regional, dan lokal. Secara nasional disebut Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang dijabarkan dalam Rencana Tata Ruang wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW) tersebut perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah kota (RT/RWK). Tujuan utama penyelenggaraan penataan ruang berkelanjutan adalah mewujudkan kesejahteraan masyarakat sehingga dalam proses pembangunan berkelanjutan (sustainable development) peran serta masyarakat dengan kearifan lokalnya perlu diberikan tools dan mekanisme yang jelas agar berinteraksi dalam penyelenggaraan penataan ruang.[1]
Definisi lain perencanaan tata ruang (spatial planning) diambil dari European Regional/Spatial Planning Charter yang diadopsi oleh Konferensi Menteri Eropa yang bertanggung jawab atas Regional Planning (CEMAT) bahwa perencanaan tata tuang memberikan ekspresi geografis terhadap kebijakan ekonomi, sosial, budaya, dan ekologis.

B.     PERENCANAAN TATA RUANG  
Perencanaan tata ruang dapat memengaruhi proses pembangunan melalui tiga alat utama, yaitu sebagai berikut.
1.      Rencana pembangunan, yang menyediakan pengendalian keputusan melalui keputusan strategis, yaitu pemerintah mengadopsi rencana tata ruang untuk mengatur manfaat lahan dan perubahan lingkungan.
2.      Kontrol pembangunan, yang menyediakan mekanisme administratif bagi perencana untuk mewujudkan rencana pembangunan setelah mengadopsi rencana tata ruang. Kontrol pembangunan ini berlaku pula bagi pemilik lahan pengembang dan investor.
3.      Promosi pembangunan merupakan cara yang paling mudah mengetahui interaksi antara perencanaan tata ruang dengan proses pembangunan. Dalam konteks pemerintahan, dengan adanya rencana tata ruang, pemerintah menginginkan adanya pembangunan dan investasi di daerahnya dengan cara mempromosikan dan memasarkan lokasi, membuat lahan yang siap bangun, dan menyediakan bantuan dana serta subsidi.
Selain itu, rencana tata ruang hendaknya memenuhi unsur-unsur berikut.
1.      Quickly yeilding, mampu menganalisis pertumbuhan dan perkembangan daerah, menghasilkan langkah-langkah serta tahapan-tahapan dan waktu pelaksanaan pembangunan untuk kurun waktu tertentu.
2.      Political friendly, demokratisasi dan transparansi sudah menjadi kebutuhan dalam seluruh rangkaian proses penyusunannya. Pengetahuan rencana tata ruang mulai dari rembug desa hingga penetapan oleh DPRD sangat menentukan kewibawaan rencana tata ruang.
3.      User friendly, mudah dimengerti oleh segenap lapisan masyarakat. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus sehingga masyarakat mudah memahami rencana dan perkembangan yang terjadi.
4.      Market friendly, membuka peluang kepentingan dunia usaha dan rencana penanaman investasi dengan memerhatikan rencana tata guna lahan yang sesuai dengan peruntukannya.
5.      Legal friendly, mempunyai kepastian hukum dan masyarakat dapat memperoleh kemudian untuk melakukan investasinya.

C.     PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH NASIONAL
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memerhatikan:
1.      Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional;
2.      Perkembangan permasalahan regional dan global, serta hasil pengkajian implikasi penataan ruang nasional;
3.      Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan serta stabilitas ekonomi;
4.      Keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan daerah;
5.      Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
6.      Rencana pembangunan jangka panjang nasional;
7.      Rencana tata ruang kawasan strategis nasional;
8.      Rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah Kabupaten/Kota.
Rencana tata ruang wilayah nasional memuat:
1.      Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah nasional;
2.      Rencana struktur ruang wilayah nasional yang meliputi sistem perkotaan nasional yang terkait dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana utama;
3.      Rencana pola ruang wilayah nasional yang meliputi kawasan lindung nasional dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional;
4.      Penetapan kawasan strategis nasional;
5.      Arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan;
6.      Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem nasional, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
Rencana tata ruang wilayah nasional menjadi pedoman untuk:
1.      Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional;
2.      Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional;
3.      Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional;
4.      Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor;
5.      Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
6.      Penataan ruang kawasan strategis nasional;
7.      Penataan ruang wilayah provinsi dan Kabupaten/Kota.

D.    PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN
Penyusunan rencana tata ruang wilayah Kabupaten mengacu pada:
1.      Rencana tata ruang wilayah nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi;
2.      Pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang;
3.      Rencana pembangunan jangka panjang daerah.
Penyusunan rencana tata ruang wilayah Kabupaten harus memerhatikan:
1.      Perkembangan masalah provinsi dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang Kabupaten;
2.      Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Kabupaten;
3.      Keselarasan aspirasi pembangunan Kabupaten;
4.      Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
5.      Rencana pembangunan jangka panjang daerah;
6.      Rencana tata ruang wilayah Kabupaten yang berbatasan;
7.      Rencana tata ruang kawasan strategis Kabupaten.
Rencana tata ruang wilayah Kabupaten memuat:
1.      Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah Kabupaten;
2.      Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten yang meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten;
3.      Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disintensif, serta arahan sanksi.
Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi pedoman untuk:
1.      Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
2.      Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten;
3.      Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar sektor;
4.      Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
5.      Penataan ruang kawasan strategis Kabupaten.

E.     KAWASAN BUDI DAYA PERKOTAAN
Dalam tata ruang kota, beberapa kawasan yang berada di wilayah perkotaan terbagi atas beberapa zona seperti perumahan dan pemukiman, perdagangan dan jasa, industri, pelayanan umum, wisata dan taman rekreasi, pertanian dan perkebunan, tempat pemakaman umum, dan tempat pembuangan sampah. Untuk pelaksanaan pembangunan perumahan dan pemukiman, tidak semua wilayah kota memiliki kemampuan dan daya dukung lahan yang baik karena ada beberapa faktor yang dijadikan sebagai bahan kajian penentuan kelayakan lahan tersebut, yaitu:
1.      Tidak berada di kawasan yang rawan terhadap bahaya terjadinya bencana, seperti gunung berapi, tanah longsor, gempa, dan banjir;
2.      Memiliki kemiringan lereng (slope) yang relatif datar atau tidak berada di daerah yang curam dan terjal;
3.      Bukan merupakan kawasan yang dilindungi atau dikonservasi, seperti kawasan hutan, cagar alam dan budaya, kawasan DAS, dan sebagainya.
BAB II
ANALISA PENELITIAN

A.    LETAK GEOGRAFIS
Untuk Kelurahan Baleendah jarak yang ditempuh dari pusat pemerintahan Kecamatan Baleendah kurang lebih 1 km. Jarak dari Ibukota Kabupaten kurang lebih 16 km, jarak dari Ibukota Provinsi kurang lebih 19 km, dan jarak dari Ibukota Negara kurang lebih 192 km. Sedangkan lokasi yang dapat ditempuh ke arah selatan dari pusat kota Bandung jauhnya sekitar 10 km. Apabila dilihat dari letak geografisnya, Kelurahan Baleendah terletak pada batas wilayah seperti berikut:
1.      Sebelah utara berbatasan dengan Sungai Citarum;
2.      Sebelah selatan berbatasan dengan Jl. Rondaan;
3.      Sebelah barat berbatasan dengan Jl. Raya Banjaran;
4.      Sebelah timur berbatasan dengan Selokan Desa.

B.     PETA WILAYAH BALEENDAH


C.     TOPOGRAFI WILAYAH
Kelurahan Baleendah dengan luas wilayah sebesar 518.187 Ha, terdiri dari 10.346 Ha berupa jalan, 250.630 Ha sawah dan ladang, 198.959 Ha berupa daerah pemukiman/perumahan, 6.300 Ha merupakan daerah industri, 84.466 Ha berupa daerah perkantoran. 16 % berupa daerah perbukitan, 3.055, 05 Ha (84 %) berupa daerah dataran dan ketinggian tanah dari permukaan laut 650-750 meter.

D.    GAMBARAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DI KELURAHAN BALEENDAH KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG
Penulis skripsi mengemukakan beberapa ciri dari responden yang menggambarkan pembangunan perumahan di Kelurahan Baleendah.
1.      Peningkatan perekonomian daerah sekitar dengan persentase: sangat setuju 36%, setuju 64%. Sedangkan untuk alternatif jawaban kurang setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju itu tidak memiliki persentase (0%). Jadi dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% menyatakan setuju peningkatan perekonomian disebabkan oleh pengaruh daerah sekitar dengan adanya pembangunan perumahan.
2.      Pengaruh pembangunan perumahan terhadap mobilitas penduduk dengan persentase: sangat setuju 26%, setuju 70%, kurang setuju 4%. Sedangkan untuk alternatif jawaban tidak setuju dan sangat tidak setuju tidak memiliki persentase (0%). Jadi dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% berpendapat setuju dampak pengaruh pembangunan perumahan terhadap mobilitas penduduk semakin ramai.
3.      Pengaruh pembangunan terhadap peningkatan pendapatan daerah dengan persentase: sangat setuju 18%, setuju 68%, kurang setuju 14%. Sedangkan untuk alternatif tidak setuju dan sangat tidak setuju tidak memiliki persentase (0%). Jadi dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% berpendapat setuju pembangunan perumahan dapat meningkatkan pendapatan daerah.
4.      Pembangunan perumahan berdampak negatif dengan terjadinya kesenjangan ekonomi masyarakat sekitar dengan persentase: sangat setuju 20%, setuju 66%, kurang setuju 12%, tidak setuju 2%, dan sangat tidak setuju tidak memiliki persentase (0%). Maka dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% menyatakan setuju dampak negatif terhadap lingkungan dengan terjadinya kesenjangan ekonomi dengan masyarakat sekitar.
5.      Pembangunan perumahan dapat menimbulkan persaingan yang kurang sehat dengan persentase: sangat setuju 20%, setuju 78%, dan kurang setuju 4%. Sedangkan untuk alternatif jawaban tidak setuju dan sangat tidak setuju tidak memiliki persentase (0%). Maka dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% menyatakan setuju pembangunan perumahan dapat menimbulkan persaingan yang kurang sehat.
6.      Pengaruh pembangunan perumahan mengakibatkan terjadinya kesenjangan sosial dengan persentase: sangat setuju 30%, setuju 64%, kurang setuju 6%. Sedangkan untuk alternatif jawaban tidak setuju dan sangat tidak setuju tidak memiliki persentase (0%). Maka dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% menyatakan setuju dampak sarana transportasi dapat mengakibatkan peningkatan alat transportasi.
7.      Pengaruh pembangunan perumahan mempengaruhi tata ruang pemeliharaan lingkungan perumahan dengan persentase: sangat setuju 24%, setuju 70%, kurang setuju 6%. Sedangkan untuk alternatif jawaban tidak setuju dan sangat tidak setuju tidak memiliki persentase (0%). Maka dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% menyatakan setuju  pengaruh pembangunan perumahan dapat mempengaruhi tata ruang pemeliharaan lingkungan perumahan.
8.      Pengaruh pembangunan perumahan mempengaruhi tata ruang penataan daerah pemukiman dengan persentase: sangat setuju 14%, setuju 66%, kurang setuju 10%, tidak setuju 6%, dan sangat tidak setuju 4%. Maka dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% menyatakan setuju pengaruh pembangunan perumahan mempengaruhi tata ruang penataan daerah pemukiman.
9.      Pengaruh pembangunan perumahan dapat mempengaruhi tata ruang vitalitas ruang yang strategis dengan presentase: sangat setuju 22%, setuju 78%. Sedangkan untuk alternatif jawaban kurang setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju tidak memiliki persentase (0%). Maka dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% menyatakan setuju pembangunan perumahan juga dapat mempengaruhi tata ruang vitalitas ruang yang strategis.
10.  Pembangunan perumahan mempengaruhi tata ruang lingkungan yang rentan bencana dengan presentase: sangat setuju 24%, setuju 56%, kurang setuju 12%, tidak setuju 8%. Sedangkan untuk alternatif jawaban sangat tidak setuju tidak memiliki persentase (0%). Maka dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% menyatakan setuju pembangunan perumahan mempengaruhi tata ruang lingkungan yang rentan bencana.
11.  Pembangunan perumahan mempengaruhi kontribusi lahan yang luas dan murah dengan persentase: sangat setuju 24%, setuju 56%, kurang setuju 12%, tidak setuju 8%. Sedangkan untuk alternatif jawaban sangat tidak setuju tidak memiliki persentase (0%). Maka dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% menyatakan setuju pembangunan perumahan mempengaruhi kontribusi lahan yang luas dan murah.
12.  Pembangunan perumahan mempengaruhi ukuran keberhasilan dari kekayaan rata-rata dengan persentase: sangat setuju 24%, setuju 56%, kurang setuju 12%, tidak setuju 8%. Sedangkan untuk alternatif jawaban sangat tidak setuju tidak memiliki persentase (0%). Maka dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% menyatakan setuju pembangunan perumahan mempengaruhi ukuran keberhasilan pembangunan dari kekayaan rata-rata.
13.  pembangunan perumahan mempengaruhi ukuran keberhasilan kualitas hidup dengan persentase: sangat setuju 24%, setuju 56%, kurang setuju 12%, tidak setuju 8%. Sedangkan untuk alternatif jawaban sangat tidak setuju tidak memiliki persentase (0%). Maka dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% menyatakan setuju pembangunan perumahan mempengaruhi ukuran keberhasilan pembangunan kualitas hidup.
14.  Pembangunan perumahan mempengaruhi ukuran keberhasilan kerusakan lingkungan hidup dengan persentase: sangat setuju 24%, setuju 56%, kurang setuju 12%, tidak setuju 8%. Sedangkan untuk alternatif jawaban sangat tidak setuju tidak memiliki presentase (0%). Maka dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% menyatakan setuju pengaruh pembangunan perumahan mempengaruhi kerusakan lingkungan hidup.
15.  Pengaruh pembangunan perumahan mempengaruhi keadilan sosial dan kesinambungan dengan presentase: sangat setuju 24%, setuju 56%, kurang setuju 12%, tidak setuju 8%. Sedangkan untuk alternatif jawaban sangat tidak setuju tidak memiliki presentase (0%). Maka dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% menyatakan setuju pengaruh pembangunan perumahan mempengaruhi keadilan sosial dan kesinambungan.

E.     GAMBARAN KONDISI LINGKUNGBAN DI KELURAHAN BALEENDAH KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

1.      Penyempitan lahan pertanian dengan persentase: sangat setuju 20%, setuju 76%, kurang setuju 4%. Sedangkan untuk alternatif jawaban tidak setuju dan sangat tidak setuju tidak memiliki persentase (0%). Maka dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% berpendapat setuju kondisi lingkungan berdampak menjadi penyempitan lahan pertanian.
2.      Tercemarnya lapisan udara memiliki persentase: sangat setuju 18%, setuju 76%, kurang setuju 6%. Sedangkan untuk alternatif jawaban tidak setuju dan sangat tidak setuju tidak memiliki persentase (0%). Maka dapat disimpulkan bahwa kondisi lingkungan dapat mengakibatkan tercemarnya lingkungan lapisan udara.
3.      Berkurangnya resapan air, memiliki persentase: sangat setuju 14%, setuju 78%, kurang setuju 6%, tidak setuju 2%. Sedangkan untuk alternatif jawaban sangat tidak setuju tidak memiliki persentase (0%). Maka dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% menyatakan setuju kondisi lingkungan berdampak pada berkurangnya resapan air.       
4.       Tata kelola saluran air dengan persentase: sangat setuju 18%¸ setuju 74%, kurang setuju 8%. Sedangkan untuk alternatif jawaban tidak setuju dan sangat tidak setuju tidak memiliki persentase (0%). Maka dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% menyatakan setuju kondisi lingkungan abiotik air dapat berdampak pada tata kelola saluran air.
5.      Kurangnya kelembapan udara, memiliki persentase: sangat setuju 24%, setuju 70%, kurang setuju 6%, sedangkan untuk alternatif jawaban tidak setuju dan sangat tidak setuju tidak memiliki persentase (0%). Maka dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% menyatakan setuju kondisi lingkungan abiotik kelembapan dapat berdampak pada berkurangnya kelembapan udara.
6.      Meningkatnya suhu udara, memiliki persentase: sangat setuju 20%, setuju 60%, kurang setuju 6%, tidak setuju 14%, dan untuk alternatif jawaban sangat tidak setuju tidak memiliki persentase (0%). Maka dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% menyatakan setuju kondisi lingkungan abiotik cahaya dapat berdampak meningkatkan suhu udara.
7.      Meningkatkan suara bising, memiliki persentase: sangat setuju 22%, setuju 74%, kurang setuju 8%. Sedangkan untuk alternatif jawaban tidak setuju dan sangat tidak setuju tidak memiliki persentase (0%). Maka dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% menyatakan setuju bahwa kondisi lingkungan dapat berdampak pada lingkungan abiotik bunyi yang mengakibatkan peningkatan suara bising.
8.      Berkurangnya tumbuhan, memiliki persentase: sangat setuju 22%, setuju 70%, kurang setuju 8%. Sedangkan untuk alternatif jawaban tidak setuju dan sangat tidak setuju tidak memiliki persentase (0%). Maka dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% menyatakan setuju kondisi lingkungan pembangunan dapat mengakibatkan berkurangnya tumbuhan.
9.      Resapan air berkurang, memiliki persentase: sangat setuju18%, setuju 76%, kurang setuju 6%. Sedangkan untuk alternatif jawaban tidak setuju dan sangat tidak setuju tidak memiliki persentase (0%). Maka dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% menyatakan setuju kondisi lingkungan pembangunan dapat mengakibatkan berkurangnya resapan air.
10.  Menyempitnya populasi hewan, memiliki persentase: sangat setuju 8%, setuju 52%, kurang setuju 20%, tidak setuju 16%, dan sangat tidak setuju 4%. Maka dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% menyatakan setuju bahwa kondisi lingkungan pembangunan dapat mengakibatkan menyempitnya populasi hewan.
11.  Berkurangnya pakan hewan, memiliki persentase: sangat setuju 8%, setuju 52%, kurang setuju 20%, tidak setuju 16%, dan sangat tidak setuju 4%. Maka dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% menyatakan setuju kondisi lingkungan pembangunan dapat mengakibatkan berkurangnya pakan hewan.
12.  Peningkatan populasi manusia: sangat setuju 8%, setuju 52%, kurang setuju 20%, tidak setuju 16%, sangat tidak setuju 4%. Maka dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% menyatakan setuju kondisi lingkungan pembangunan dapat mengakibatkan peningkatan populasi manusia.
13.  Peningkatan mobilitas penduduk: 8% sangat setuju, 52% setuju, 20% kurang setuju, 16% tidak setuju, 4% sangat tidak setuju. Maka dapat disimpulkan bahwa 50% menyatakan setuju kondisi lingkungan pembangunan dapat mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk.
14.  Banyaknya sampah yang tidak terurai mikro organisme: 8% sangat setuju, 52% setuju, 20% kurang setuju, 16% tidak setuju, 4% sangat tidak setuju. Maka dapat disimpulkan bahwa 50% menyatakan setuju kondisi lingkungan pembangunan dapat mengakibatkan banyaknya sampah yang tidak terurai mikro organisme.








BAB III
SOLUSI

Untuk membatasi pertumbuhan pembangunan perumahan yang berdampak negatif bagi kelestaian lingkungaan, maka pemerintah daerah terutama BPND (Badan Pertahanan Nasional Daerah) supaya memperketat ijin mendirikan bangunan (IMB). Penelitian ini juga berpengaruh terhadap kelestarian lingkungan. Hal ini perlu  adanya pengawasan dan pembatasan ijin operasional melalui persyaratan hasil kajian AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan).
Pengaruh pembangunan perumahan terhadap kelestarian lingkungan di kelurahan Baleendah Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung sudah harus diperhatikan oleh masyarakat sekitar, depeloper, BPND (Badan Pertahanan Nasional Daerah), petugas AMDAL tentang pengaturan ijin mendirikan bangunan (IMB), Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) pemerintah DT II, dan DT I di tingkat propinsi Jawa Barat, supaya adanya undang-undang yang mengatur.  
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota bab II menyatakan bahwa Urusan Pemerintah terdiri atas urusan pemerintah yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah dan Urusan Pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan atau susunan pemerintahan. Pada ayat 4 disebutkan bahwa urusan pemerintahan yang dibagi bersama terdiri atas 31 bidang urusan pemerintahan yang meliputi:
1.      Pendidikan;
2.      Kesehatan;
3.      Pekerjaan umum;
4.      Perumahan;
5.      Penataan ruang;
6.      Perencanaan pembangunan;
7.      Perhubungan;
8.      Lingkungan hidup;
9.      Pertanahan;
10.  kependudukan dan catatan sipil;
11.  Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
12.  Keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
13.  Sosial;
14.  Ketenagakerjaan dan ketransmigrasian;
15.  Koperasi dan usaha kecil dan menengah;
16.  Penanaman modal;
17.  Kebudayaan dan pariwisata;
18.  Kepemudaan dan olahraga;
19.  Kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
20.  Otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandingan;
21.  Pemberdayaan masyarakat dan desa;
22.  Statistik;
23.  Kearsipan;
24.  Perpustakaan;
25.  Komunikasi dan informatika;
26.  Pertanian dan ketahanan pangan;
27.  Kehutanan;
28.  Energi dan sumber daya mineral;
29.  Kelautan dan perikanan;
30.  Perdagangan;
31.  Perindustrian.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota bab III bagian kedua pasal 6 ayat 1 menyatakan bahwa Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang berdasarkan kriteria pembagian urusan pemerintahan seperti eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi. Pada ayat 2 menyebutkan bahwa urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Pada pasal 7 ayat 2 menyebutkan bahwa urusan wajib meliputi:
1.      Pendidikan;
2.      Kesehatan;
3.      Lingkungan hidup;
4.      Pekerjaan umum;
5.      Penataan ruang;
6.      Perencanaan pembangungan;
7.      Perumahan;
8.      Kepemudaan dan olahraga;
9.      Penanaman modal;
10.  Koperasi dan usaha kecil dan menengah;
11.  Kependudukan dan catatan sipil;
12.  Ketenagakerjaan;
13.  Ketahanan pangan;
14.  Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
15.  Keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
16.  Perhubungan;
17.  Komunikasi dan informatika;
18.  Pertahanan;
19.  Kesatuan bangsa dan politik dalam negeri.
20.  Otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian.
21.  Pemberdayaan masyarakat dan desa;
22.  Sosial;
23.  Kebudayaan;
24.  Statistik;
25.  Kearsipan;
26.  Perpustakaan.
pada pasal 8 ayat 2 menyebutkan Pemerintahan dDerah yang melalaikan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib, penyelenggaraannya dilaksanakan oleh pemerintah dengan pembiayaan bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah yang bersangkutann. Dan pada pasal 8 ayat 3 menyatakan sebelum penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemerintah melakukan langkah-langkah pembinaan terlebih dahulu berupa teguran, intruksi, pemeriksaan, sampai dengan penugasan pejabat pemerintah ke daerah yang bersangkutan untuk memimpin penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib tersebut.
Maka dapat disimpulkan bahwa pemerintah ikut berperan penting dalam pemerintah yang wajib seperti halnya dalam bidang perumahan maupun tata ruang. Dan Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah non Departemen menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria untuk pelaksanaan urusan wajib dan urusan pilihan. Dan untuk penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu 2 tahun. Maka dari itu sebelum didirikannya perumahan maupun tata ruang, pengusaha dan pemerintah harus bekerjasama dengan baik agar tidak menjadi malfungsi. Artinya peran perumahan dan tata ruang tidak menjadi dampak yang buruk pada lingkungan sekitarnya.
           














DAFTAR PUSTAKA

Nasrullah.J Adon, Sosiologi Perkotaan, 2015, Bandung: Pustaka setia
Skripsi: Sintayanti Zakiah Darajat, Pengaruh Pembangunan Perumahan Terhadap Kelestarian Lingkungan

                                                                                                            






[1] Nasrullah. J Adon, Sosiologi Perkotaan, 2015, Bandung: Pustaka Setia, hlm. 116

Tidak ada komentar:

UPSKILLING WORKING PERTAMINA INFOMEDIA

 UPSKILLING WORKING PERTAMINA INFOMEDIA Oleh : Yusuf Nurmansyah, S.Sos Upskilling Working Target          :  YUSUP NURMANSYAH               ...

TRENDING TOPIK GUDANG ILMU