MASA KEKHALIFAHAN UTSMAN BIN AFFAN
A.
Biografi Utsman bin ‘Affan
Nama
lengkapnya Utsman bin ‘Affan bin Abi Al-Ash bin Umayyah bin Abd Al-Manaf dari
suku Qurais. Lahir pada tahun 579 masehi enam tahun setelah penyerangan ka’bah
oleh pasukan bergajah atau enam tahun setelah kelahiran Rasulullah SAW. Ibu
khalifah Utsman adalah Urwy bin Kuraiz bin Robiah bin Habid bin Abdi
Asy-Syisyam bin Abd Al-Manaf.
Utsman
berperawakan sedang, raut wajah bagus dan putih dengan titik-titik bekas cacar,
kmis kemerahan, jenggot lebat, rambut keriting dan panjang hingga ke bawah
telinga, tulang persendian besar, dada bidang, badan penuh bulu, betis padat.
Di antara akhlaq beliau yang sangat terkenal adalah pemalu, akal cerdas, iffah,
suka bersilaturahim, takwa, suka menangis bila mengingat akhirat, tawadhu,
mulia, dan dermawan.[1]
Utsman
bin Affan masuk islam pada usia 30 tahun atas ajakan Abu Bakar. Setelah sesaaat
masuk islam, ia sempat mendapatkan siksaan dari pamannya, Hakam bin Abil Ash.[2]
Penulis menemukan dalam referensi lain bahwa Ibnu Sa’id mentakhrij dari
Muhammad bin Ibrahim At-Taimy, dia berkata: “Setelah Utsman bin Affan masuk
Islam, dia disandra pamannya Al-Hakam bin Abul Ash bin Umayyah, lalu ia diikat dengan
tali yang kuat. Pamannya berkata, “Apakah engkau sudah membenci agama nennek
moyangmu dan pindah ke agama yang baru?Aku tidak akan melepas dirimu selamanya
hingga engkau bersedia meninggalkan agama ini.” Utsman menjawab: “Demi Allah
aku tidaj akan meninggalkannya sama sekali dan juga tidak akan berpisah
dengannya” Ketika Al-Hakam melihat keteguhan hati Utsman bin Affan, maka dia
melepaskan dan membiarkannya.[3]
Ia
dijuluki dznurain, karena meikahi dua putri Rasulullah SAW secara berurutan
setelah yang satu meninggal yakni Ruqayyah dan Ummu Kultsum. Khalifah Utsman
ikut berhijrah bersama istrinya ke Abesinia dan termasuk muhajir pertama ke
Yatsrib. Ia termasuk orang yang shaleh ritual dan sosial. Siang hari ia gunakan
untuk shaum dan malamnya untuk shalat. Ia sangat gemar membaca Al-Qur’an
sehingga Khalid Muh Walid menulis bahwa untuk shalat dua rakaat saja, Utsman
menghabiskan waku semalaman karena banyaknya ayat Al-Qur’an yang dibaca, dan
pada saat khalifah Utsman wafat Al-Qur’an berada di pangkuannya.
Kesalehan
sosialnya terbukti dan membeli telaga milik yahudi seharga dua belas ribu
dirham dan menghibahkannya kepada kaum muslimin pada saat hijrah ke Yatsrib. Mewakafkan
tanah seharga lima belas ribu dinar untuk perluasan masjid nabawi. Menyerahkan
sembilan ratus empat puluh ekor unta, enam puluh ekor kuda, sepuluh ribu dinar
untuk keperluan jaisyul Usrah pada perang tabuk. Setiap hari jum’at, Utsman
membebaskan budak laki-laki dan seorang budak perempuan. Pada masa paceklik,
masa pemerintahan Abu Bakar, Utsman menjual barang kebutuhan sehari-hari dengan
harga yang sangat murah, bahkan ia membagikannya kepada kaum muslimin. Utsman
termasuk orang yang sangat penyayang, sehingga pada suatu pagi ia tidak tega
membangunkan pelayannya untuk mengambil air wudlu, padahal ia sedang sakit dan
sudah udzur.
Pada
zaman Nabi Muhammad SAW, Utsman mengikuti beberapa peperangan, diantaranya
perang uhud, khaibar pembebasan kota mekkah, perang thaif, hawazin, dan tabuk.
Perang badar, tidak ia ikuti karena disuruh oleh Rasulullah SAW. Menunggu
istrinya yang sedang sakit sampai meninggalnya.[4]
Utsman
menjadi khalifah pada tahun 644-655 M, yaitu selama dua belas tahun. Pada paruh
terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan
ummat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Utsman memang sangat berbeda dengan
kepemimpinan Umar. Ini mungkin karena umurnya yang lanjut (diangkat dalam usia
70tahun) dan sifatnya yang lemah lembut. Akhirnya pada tahun 35 Hijriyah/655
Masehi Utsman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang
kecewa itu.[5]
B.
Proses Pengangkatan Khalifah Utsman bin
‘Affan
Khalifah Umar
membentuk sebuah komisi yang terdiri dari enam orang calon, dengan perintah
memilih salah seorang dari mereka untuk diangkat menjadi khalifah baru. Mereka
ialah Ustman bin Afan, Ali bin Abi Thalib, Talhah, Zubair bin Awam, Saad bin
Abi Waqas dan Abdullah ditambahkan kedalam komisi enam itu, tetapi ia hanya
mempunyai hak pilih dan tidak berhak dipilih.
Melalui
persaingan yang agak ketat dengan Ali sidang syura akhirnya memberi mandat
kekhalifahan kepada Ustman bin Affan. Masa pemerintahannya adalah yang
terpanjang dari semua khalifah di zaman para khalifah rasyidah yaitu 12 tahun,
tetapi sejarah mencatat tidak seluruh masa kekuasaanya menjadi saat yang baik
dan sukses baginya.[6]
C.
Kesuksesan pada masa khalifah Utsman bin
‘Affan
Para penulis sejarah membagi jaman pemerintahan Ustman
menjadi dua periode, yaitu enam tahun pertama merupakan masa kejayaan
pemerintahannya dan tahun terakhir merupakan masa pemerintahan yang buruk.
Pada masa-masa awal pemerintahannya Ustman melanjutkan
sukses para pendahulunya terutama dalam perluasan wilayah kekuasaan islam daerah-daerah
strategis yang sudah dikuasai Islam seperti mesin dan Irak terus dilindungi dan
dikembangkan dengan melakukan serangkaian ekspedisi militer yang terencanakan
secara cermat dan simultan di semua front. Di Mesir pasukan muslim
diintruksikan untuk memasuki Afrika Utara .
Salah satu pertempuran terpenting disini adalah “Zatis
Sawari” (peperangan tiang kapal) yang terjadi dilautan tengah dekat kota
Iskandariyah, antara tentara Romawi dibawh pimpinan kaisar Konstantin dengan
laskar muslim pimpinan Abdullah bin Abdi Sarah dinamakan perang kapal karena
banyaknya kapal-kapal perang yang digunakan dalam peperangan tersebut
disebutkan pendapat seribu bah kapal, dan 200 buah kapal milik kaum muslim
sedangkan sisanya milik bangsa Romawi. Pasukan Islam berhasil mengusir pasukan
lawan pasukan Islam bergerak dari kota Basrah untuk menaklukan sisa wilayah
kerajaan Sasan di Irak, dan dari kota Kuffah kaum muslimin menyerbu beberapa
profinsi disekitar laut Kaspia.[7]
Berikut merupakan kesuksesan yang diraih pada masa kekhalifahan Utsman bin
Affan:
a. Ekspansi
Wilayah
Pada
enam tahun pertama masa pemerintahannya, khalifah Utsman berhasil meneruskan
kebijakan-kebijakan ekspansi yang telah dirintis sejak masa Nabi SAW, Abu
Bakar, dan Umar Ibn Khattab. Di samping meneruskan ekspansi, beliau juga
berusaha memelihara wilayahyang telah dikuasai kaum muslim pada masa Umar
terutama ke Khurasan dan Iskandayah. Di Front Timur (Khurasan), Yatsrib,
Maharaja Persia yang telah dikalahkan Umar ibn Khattab pada perang Nahrawan,
mengorbankan perlawanan kembali setelah enam bulan Utsman menduduki jabatan
khalifah. Dalam pertempuran itu, kaum muslim berhasil merebut wiilayah-wilayah
Kabul, Gaznah, Balka dan Turkistan bagian Timur.
Perluasan
wlayah Islam di masa Utsman bertambah dengan perluasan ke laut sehingga
membentuk angkatan laut. Ekspansi selanjutnya adalah: wilayah Khurasan seperti
Naisabur, Tus, dan Marw berhasil dikuasai. Di utara, Muawiyah Ibn Abu Sufyan,
gubernur Syiria berhasil menaklukkan Asia kecil hingga merebut pulau Cyklus tahun
28 Hijriyah. Di front Barat, Abdullah ibn Abi Syaad ibn Abi Sarh, gubernur
Mesir, berhasil menerobos ke Tripoli dan berhasil menaklukkan sebagian Afrika
Utara. Ibu kotanya, Cartago, harus membayar upeti kepada pemerintahan Islam di
Madinah. Salah satu pertempuran yang dipimpin oleh gubernur Mesir itu terjadi
yahun 31 Hijriyah di tengah laut. (laut tengah dekat kota Iskandariyah)
berhadapan dengan tentara Romawi di bawah pi,pinan kaisar Konstantine, dikenal
dengan peperangan Dzatissawari (pertempuran piang kapal). Setelah menguasai
daerah-daerah itu, ekspansi gelombang pertama yang dilakukan sejak masa
khalifah Umar dihentikan karena adanya perpecahan masalah pemerintahan di
kalangan umat Islam.
Menurut
Harun Nasution, di antara sebab-sebab yang membuat ekspansi Islam ke luar
daerah sememnanjung arabia dengan cepat sejak masa abu bakar hingga masa Utsman
ibn Affan adalah:
a)
Ajaran-ajaran Islam mencakup kehidupan dunia
dan akhirat dengan kata lain Islam adalah agama dan negara.
b)
Keyakinan yang mendalam di hati para sahabat
tentang kewajiban menyampaikan ajaran-ajaran Islam ke seluruh daerah.
c)
Kekaisaran Persia dan Byzantium dalam keadaan
lemah.
d)
Islam tidak memaksa rakyat di wilayah
perluasan untuk mengubah agamanya.
e)
Rakyat tidak senang atau tertindas oleh penguasa
Persia dan Byzantium Timur
f)
Rakyau di wilayah tersebut memandang bangsa
Arab lebih dekat pada mereka daripada Byzantium.
g)
Wilayah perluasan adalah daerah yang subur.
b. Pengkodifikasian
Al-Qur’an
Pada
masa Utsman, dilakukan penyeragaman Al-Qur’an yang merupakan karya gemilang
khalifah ketiga ini. Melalui kebijakan ini, Utsman berhasil menghapus perbedaan
pembacaan persi Al-Qur’an dan menyusun mushaf Al-Qur’an dengan bacaan standar.
Kelak mushaf inilah yang dikenal dengan sebutan mushaf utsmani. Oleh karena
itu, mushaf Utsmani telah berhasil mengeluarkan ummat islam dari kemelut yang
disebabkan perbedaan Qiro’at.
Panitia
(Lajnah) penyusunan mushaf Al-Qur’an yang kedua dipimpinoleh Zaid bin Tsabit,
melakukan pengecekan ulang yakni meneliti kembali mushaf Al-Qur’an yang
disimpan di rumah Hafshah dan membandingkannya dengan mushaf-mushaf lain. Ada empat mushaf Al-Qur’an catatn pribadi:
mushaf Ali (ditulis oleh Ali bin Abi Thalib) terdiri dari 111 surat dengan
surat pertama Al-Baqarah dan surat Terakhir Al-Maw’izatain. Kedua mushaf Ubay
(ditulis oleh Ubay bin Ka’ab) terdiri dari 105 surat dengan surat pertama
Al-Fatihah dengan surat terakhir An-Nas. Ketiga Mushaf Ibn Mas’ud (ditulis oleh
ibn Mas’ud terdiri dari 118 surat dengan surat pertama Al-Baqarah dan surat
terakhir Al-Ikhlas. Keempat mushaf Ibn Abbas (ditulis oleh Ibnu Abbas) terdiri
dari 114 surat dengan surat pertama Iqra dan surat terakhir An-Nas.
Selanjutnya,
Zaid bin Tsabit menyalin Mushaf Al-Qur’an dari rumah Hafshah dan menyeragamkan
Qiroat dalam dialek Qurais. Zaid bin Tsabit membuat enam mushaf Al-Qur’an atas
perintah khalifah Utsman bin Affan. Mushaf-mushaf itu dikirim ke Makkah,
Madinah, Basrah, Kuffah dan Syria. Satunya lagi disimpan di Utsman sebagai
mushaf al-Imam. Sementara iu selain yang disusun oleh panitia pimpinan zaid bin
Tsabit diperintahkan untu dibakar.
c. Otonomi
Daerah
Berbeda
dengan masa khalifah Abu Bakar dan Umar yang memerintah daerah adalah Amir dan
Wali, pada masa Utsman ini semua wilayah dibagi sepuluh yang dipimpin oleh amir
(Gubernur) yaitu:
a)
Mekkah oleh Navie’ ibn Abd Al-Harits al-Huzai
b)
Thaif oleh Sufyan ibn abdullah Al-Tsaqafi
c)
Sana’a oleh Ya’la bin Munbih
d)
Jand oleh Abdulloh ibn Abi Rabi’ah
e)
Bahrain oleh Utsman ibn Abi Al-Tsaqafi.
f)
Kuffah oleh Mughirah ibn Syubah al-Tsaqafi
g)
Basyrah oleh Abu Musa Abdullah bin Qais
Al-Asy’ari
h)
Damaskus oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan
i)
Hins oleh Amr bin Sa’d
j)
Mesir oleh Amr bin Al-ash[8]
D.
Kemunduran Masa Kekhalifahan Utsman bin
Affan
Setelah melewati saat-saat yang gemilang, pada paroh
terakhir masa kekuasaanya, khalifah Usman menghadapi berbagai pemberontakan dan
pembangkngan di dalam negeri yang dilakukan oleh orang-orang yang kecewa
terhadap tabiat khalifah dan beberapa kebijaksanaan pemerintahannya. Tetapi
sebenarnya kekacauan itu sudah dimulai sejak mula pertama tokoh ini terpilih
menjadi khalifah. Berikut merupakan sebab-sebab mundurnya kekhalifahan Utsman
bin Affan:
a. Nepotisme
Usman
terpilih karena calon konservatif, mereka adalah orang yang baik dan sholeh.
Namun dalam banyak hal kurang menguntungkan, karena Usman terlalu terikat
dengan kepentingan-kepentingan orang Makkah, khususnya kaum Quraisy dari puak
Umaiyah. Kemenangan Usman sekaligus adalah suatu kesempurnaan yang baik bagi
sanak saudaranya dari keluarga besar Bani Umaiyah. Oleh karena Usman berada
dalam pengaruh dominasi seperti itu maka satu persatu kedudukan tinggi
kekhalifahan diduduki oleh anggota-anggota keluarga itu.
Kelemahan
dan nepotisme (hal memberikan pekerjaan kepada anggota keluarganya) telah
membawa khlaifah ke puncak kebencian rakyat, yang pada beberapa waktu kemudian
meletus menjadi pertikaian yang mengerikan dikalangan umat islam[9].
1.
Gubernur Syria, Muawiyyah (kemenakan usman
yang telah menjadi wali Damaskus 10 tahun pada masa Umar), diberi otonomi yang
lebih besar yakni wilayah kekuasaannya ditambah sehingga meliputi Damaskus,
Himah, Palestina, Yordania dan Libanon
2.
Mengganti para pejabat penting negara dengan
orang-orang yang masih mempunyai ikatan kekeluargaan dengannya. Gubernur Mesir,
Amr Ibn Ash diganti oleh Abdullah Ibn Sa’ad Ibn Abi Sarh (Saudara sepersusuan
Usman). Gubernur Kufah, Sa’ad Ibn Abi Waqqas diganti dengan Al-Walid Ibn Uqbah
(Kemenakan Usman), Alwalid dianggap tidak kompeten maka diganti oleh Sa’d Ibn
Al-Ash (kemenakan usman). Gubernur Bashrah Abu Musa Al-asy’ari diganti oleh
Abdullah Ibn Amir (putra paman usman).
3.
Pengangkatan Marwan Ibn Hakam (saudara sepupu
usman)sebagai sekertaris negara sehingga negara dikendalikan oleh satu
keluarga.
b. Pemberontakan
Usman
tidak menyadari bahwa berbagai kebijakannya telah membuka kembali munculnya
nilai-nilai Arab lama yang berwatak Ashabiyyah. Dari sudut mempertahankan
kekuasaan dan wewenang kekhalifannya ia berhasil, namun dalam menjaga
nilai-nilai egalitarialisme yang merupakan watak islam ia dikatakan gagal.
Dalam masa pemerintahannya muncul rasa tidak puas berkepanjangan dalam
masyarakat Islam. Ketidakpuasaan tidak hanya disebabkan oleh faktor politik
namun faktor agama dan ekonomi juga turut mendukungnya.
Kebijakan
usman yang meresahkan masyarakat antara lain :
1.
Kodifikasi al-qur’an Ibn Mas’ud di kufah
menganggap bacaannya benar dan sesuai dengan yang ia terima dari Nabi merasa
tidak puas, musuh-musuh usman melontarkan tuduhan pencemaran kitab suci.
2.
Membagikan tanah kepada kaum muslim yang
melakukan migrasi ke Irak sangat merugikan Ahl qurra (penduduk asli) khususnya
suku Bani Tamim.
3.
Wilayah Syria yang dikenal dengan istilah
sanna man ra’a (sangat indah dipandang mata)hanya diperuntukan bagi Bani
Umayyah dan ditetapkan tertutup bagi para pendatang.
4.
Tanah Fadak yang pernah disengketakan oleh
Fatimah dengan khalifah Abu Bakar dijadikan milik pribadi oleh Marwan Ibn
Hakam.
5.
Menghukum Abu Dzar al-Ghiffari dengan
mengucilkannya karena mengkritik Muawiyyah Ibn Abi Sufyan yang sering
mengadakan pesta dan mengabaikan kaum miskin.
6.
Harta Baitul Mal dipakai untuk kepentingan
pribadi dan diberikan kepada kaum kerabatnya.
7.
Membagikan tanah-tanah kepada famili-famili
dan kerabatnya tanpajalan yang syah, dan lain sebagainya.
Keluhan rakyat di
daerah-daerah terhadap tindakan sewenang-wenang pejabat pemerintah yang
diangkat Usman dari kaum kerabat dan familinya sendiri , tidak pernah sampai
kepada khalifah. Pembantu-pembantu khalifah itu sengaja menutupi dan memandang
remeh keluhan rakyat. Kepercayaan Usman terhadap famili dan kerabatnya semakin
besar . Dengan memegang kekuasaan, mereka melakukan tindakan sewenang-wenang,
menggencet dan menjatuhkan hukuman yang berat kepada orang-orang yang mereka
curigai, dan membentuk kelompok untuk memukul lawan-lawan politik dan
orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka. Semua itu mengundang kebencian
rakyat terhadap Utsman.
Menjelang akhir pemerintahan
usman, pemberontakan terjadi di Kufah, Bashrah, dan Mesir. Hanya wilayah
Syam(Syria&palestina) yang masih terkendali dibawah kekuasaan Muawiyah.
Pada bulan Zulkaedah 35H/656 M, berdatangan rombongan dari Mesir, Kufah, dan
Bashrah yang masing-masing berjumlah lebih 500 orang menunaikan ibadah haji ke
tanah suci dan bertujuan mengepung kediaman khalifah serta menuntut agar
khalifah usman meletakan jabatannya. Dari Mesir dipimpin Al-Gafiki Ibn Harbal-Akki
mendirikan perkemahan di Zil-Marwa, berkeinginan mengangkat Ali Ibn Abi Thalib
menggantikan Usman. Dari kufah dipimpin oleh Abdullah Ibn Assham Al-Amiri mendirikan
perkemahan di al-aswah berkeinginan mengangkat Zubair Ibn Awwam menggantikan
Usman. Dari Bashrah dipimpin oleh Hurkush Ibn Zuhair Al-Saadi mendirikan
perkemahan di Za-Khusub, berkeinginan mengangkat Thalhah Ibn Ubaidillah
menggantikan Usman.
Mereka mengepung madinah 40
hari dan pulang ke daerahnya masing-masing setelah protesnya direspon oleh
khalifah. Selain itu, khalifah berjanji akan merubah sikap dan
kebijaksanaannya. Sementara itu , pemuka-pemuka Bani Umayah seperti Muawiyah
Ibn Abi Sufyan, Marwan Ibn Hakam, dan pembesar-pembesar Bani Umayah lainnya
tidak kelihatan batang hidungnya. Mereka tidak membela dan melindungi Usman
dalam keadaan yang sangat genting itu, mereka lepas tangan tak berbuat apa-apa.
Padahal yang menjadi penyebab pemberontakan dan amarah yang meluap-luap
terhadap Utsman adalah akibat perbuatan mereka yang tak bertanggung jawab.
Mereka menghindarkan diri untuk menjaga pandangan bahwa perselisihan ini adalah
perselisihan khalifah dengan kaum Muslimin, bukan perselisihan kaum muslimin
dengan Bani Umayyah. Pada subuh hari Jum’at tanggal 8 zulhijjah tahun 35 H/656
M, khalifah Usman Ibn Affan meninggal dunia dalam usia 82 tahun sambil memeluk
al-qur’an yang sedang dibacanya dan pembunuhnya adalah salah seorang dari
pasukan pemberontak yang datang dari Mesir bernama al-Gafiki.[10]
KESIMPULAN
Setelah memaparkan mengenai
masa kekhalifahan Utsman bin Affan, penulis berkesimpulan:
1.
Khalifah Utsman merupakan Khalifah ketiga
setelah Umar bin Khattab yang masa kepemimpinannya paling lama di antara
khalifah khulafaur Rasyidin lainnya.
2.
Proses pengangkatan kekhalifahan Utsman yaitu
dengan cara pemilihan secara musyawarah.
3.
Kesuksesan yang pernah diraih pada masa
kekhalifahannya yang paling monumental yaitu pengkodifikasian Al-Qur’an. Yang
mana motif Utsman pada waktu itu takutnya ada perbedaan dalam pembacaan
Al-Qur’an.
4.
Kemunduran Kekhalifahan Utsman yaitu
dikarenakan ulah keluarganya yang memanfaatkan kedudukan Utsman agar mereka
berkedudukan juga, sehingga banyaknya pemberontakan di kalangan masyarakat
karena membenci khalifah dengan tuduhan nepotisme. Dan khalifah Utsman wafat
dibunuh oleh orang-orang pemberontak.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Ali Mufrodi. 1997. Islam di Kawasan
Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos
2.
Badri Yatim.2003. Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
3.
Dedi Supriyadi. 2008. Sejarah Peradaban
Islam. Bandung: Pustaka Setia
4.
Ratu Suntiah. 2014. Sejarah Peradaban
Islam. Bandung: Interes Media Foundation
5.
Samsul Munir Amin. 2009. Sejarah Peradaban
Islam. Jakarta: Amzah
6.
Saikh Muhammad Yusuf Al-Kandahlawy. 1998. Sirah
Sahabat: Keteladanan orang-orang di sekitar Nabi. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar
7.
Taswiyah. 2011. Sejarah Peradaban Islam.Jakarta:
Diadit Media Press
[1]
Taswiyah. 2011. Sejarah Peradaban Islam.Jakarta: Diadit Media Press.
Hlm:69
[2] Dedi
Supriyadi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia. Hlm:86
[3] Saikh
Muhammad Yusuf Al-Kandahlawy. 1998. Sirah Sahabat: Keteladanan orang-orang
di sekitar Nabi. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Hlm:115
[4] Dedi
Supriyadi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Hlm:86-87
[5] Badri
Yatim.2003. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Hlm.38
[6]Samsul
Munir Amin. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah Hlm.104
[7] Ibid Hlm.105
[8] Ali
Mufrodi. 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos. Hlm. 60
[9] Samsul
Munir Amin. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah Hlm.108
[10] Ratu
Suntiah. 2014. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Interes Media
Foundation. Hlm: 71-75